Enterobacter sakazakii, Cemaran Bukan Hal Baru
KOMPAS/LASTI KURNIA / Kompas Images
Staf penguji di laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
menguji salah satu contoh susu formula di Ruang Uji Cemaran Mikroba,
Lab BPOM, Jakarta, Kamis (28/2).
Jumat, 29 Februari 2008 | 00:55 WIB
Atika Walujani M
Keberadaan Enterobacter sakazakii dalam susu formula bukan hal baru
di kalangan peneliti pangan. Keterkaitan antara meningitis pada
bayi, E sakazakii, dan susu formula telah diidentifikasi sejak tahun
1983.
Sejak itu dilakukan banyak penelitian di pelbagai negara untuk
memperkuat bukti temuan itu.
Menurut Ratih Dewanti, ahli mikrobiologi pangan dari Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, yang juga peneliti
pada South East Asia Food Science and Technology Centre, penelitian
itu seharusnya dilihat sebagai suatu identifikasi potensi bahaya
dari suatu produk pangan.
Adapun dari segi risiko terkena bahaya ada banyak faktor yang perlu
dipertimbangkan. Antara lain, berapa banyak jumlah bakteri dalam
susu sehingga bisa menimbulkan penyakit, berapa banyak bayi yang
menjadi sakit akibat minum susu formula yang mengandung bakteri,
bayi dari kelompok mana yang rentan terhadap bakteri itu.
Dari segi epidemiologi, sepanjang tahun 1983-2004 dilaporkan ada 60
kasus E sakazakii pada bayi terkait susu formula, antara lain di
Amerika Serikat, Kanada, Belgia, Eslandia, dan Israel. Gejalanya
bervariasi, dari diare berat sampai meningitis dan kematian.
Sebanyak 80 persen kasus terjadi pada bayi di bawah usia satu tahun,
tepatnya 66 persen pada bayi berusia kurang dari satu bulan,
terutama bayi prematur, bayi berat badan lahir rendah, atau bayi
yang ibunya terindikasi HIV/AIDS. Adapun risiko bagi bayi di atas
satu tahun dan berbadan sehat sangat kecil.
Hal yang perlu diingat, susu formula maupun makanan bayi bukan
produk steril. Karena itu harus diseduh dengan air bersuhu minimal
70 derajat Celsius serta harus dikonsumsi segera, tidak boleh
disimpan lebih dari empat jam setelah dicairkan.
Codex Committee on Food Hygiene yang terdiri dari para ahli dari
Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
dalam pertemuan tahunannya masih merevisi aturan yang antara lain
menentukan apakah E sakazakii dijadikan kriteria dalam pemeriksaan
susu formula. Saat ini sudah membahas draf keempat.
Sri Estuningsih, staf pengajar di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor, melakukan penelitian terkait E sakazakii sebanyak
tiga kali. Tahun 2003 dengan dana dari Deutscher Akademischer
Austausch Dienst (DAAD) Jerman, tahun 2004 dengan dana dari Justus-
Liebig-University, Jerman, dan tahun 2006-2007 dengan dana
Penelitian Hibah Bersaing Departemen Pendidikan Nasional. Penelitian
mikrobiologi dilakukan di Justus-Liebig- University Jerman. Adapun
patologi dan kultur jaringan dilakukan di Laboratorium FKH IPB.
Hasil penelitian tahun 2003 dipublikasikan di Journal of Food
Protection, Desember 2006. Sedangkan hasil penelitian 2004 dan 2006
belum dipublikasikan di jurnal internasional.
Menurut Sri Estuningsih, pada penelitian postdoktoral tahun 2003, ia
melakukan penelitian pada makanan bayi untuk mengetahui keberadaan
bakteri Salmonella dan Shigella bersama peneliti lain dari Institute
of Veterinary Food Science, Justus-Liebig- University. Ada 74 contoh
makanan (bubur) bayi dari lima merek, empat dari Indonesia dan satu
dari Malaysia, yang dianalisa. Seluruh contoh tidak mengandung
Salmonella dan Shigella. Namun, 10 contoh dari Indonesia justru
mengandung E sakazakii.
Mengingat di dunia internasional diketahui bahwa bakteri itu juga
terdapat di susu formula, tahun 2004 Estu meneliti susu formula
untuk bayi usia 0-12 tahun. Ternyata 3 dari 46 contoh yang diteliti
positif mengandung E sakazakii.
Tahun 2006, Estu bersama peneliti lain dari FKH, Hernomoadi Huminto,
I Wayan T Wibawan. dan Rochman Naim, meneliti 22 contoh susu formula
dan 15 contoh makanan bayi. Hasilnya, 22,73 persen susu formula dan
40 persen makanan bayi tercemar E sakazakii.
Pemaparan ke bayi mencit menunjukkan bakteri dan racun itu
menyebabkan enteritis (radang usus), sepsis (radang pada peredaran
darah), serta meningitis (radang selaput otak).
Hasil penelitian ini sudah dipresentasikan ke Badan Pengawas Obat
dan Makanan pada tahun 2006. "Tujuan kami adalah meningkatkan
kewaspadaan bahwa ada potensi bahaya E sakazakii dalam susu formula
dan makanan bayi. Diharapkan hal itu menjadi dasar penelaahan untuk
kebijakan pengawasan pangan," tutur Sri Estuningsih.
Kini tinggal bagaimana pemerintah, kalangan kedokteran dan
masyarakat menyikapi penelitian itu dengan arif agar kualitas
kehidupan kita makin baik.
2 Comments:
Sebenarnya ada kok standard ISO tahun 2006 yang membahas tentang ini kenapa BPOM menutup mata?
Ada duit ada fatwa kali yaa coba lihat:
http://antisusu.blogspot.com/2008/05/susu-formula-dan-bakteri-enterobacter.html
bunda-abrar.blogspot.com is very informative. The article is very professionally written. I enjoy reading bunda-abrar.blogspot.com every day.
cash advance ontario
online payday loans canada
Post a Comment
<< Home