BUNDA ABRAR

Just ordinary Mother .:Straight your Plan, Complete your Effort , Raise your Tawakkal:.

Thursday, August 14, 2008

3rd Anniversary

LOVE IS MORE THAN JUST
WALKING INTO EACH OTHER'S LIFE
IT'S ABOUT WALKING TOGETHER
IN THE SAME DIRECTION.

THANKS HONEY....
FOR BEING THERE ALWAYS
HAPPY 3rd ANNIVERSARY


Gak kerasa 3 tahun sudah usia perkawinan kita, masih banyak hal-hal yang menanti...
Maafkan jika Bunda masih jauh dari harapan Ayah, banyak kesalahan dan kealpaan.
Semoga ALLAH SWT selalu melindungi kita.


With Love,
Bunda

Monday, August 4, 2008

Terima Kasih Ibu

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki dari sebuah keluarga yang amat sederhana. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata, “Makanlah nak, aku tidak lapar.” Dan setelah aku dewasa aku baru tersadar bahwa saat itu ibu telah berbohong.

Ketika saya mulai menginjak remaja, ibu yang sangat menyayangi anak-anaknya selalu gigih dalam membantu ayah mencari nafkah. Berusaha apa saja ia lakoni demi mendapatkan sejumlah uang. Namun pernah satu kali ia tak mendapatkan bayaran atas usahanya, ia hanya mendapatkan upah dengan beberapa ekor ikan segar yang dimasaknya menjadi sebuah hidangan yang menggugah selera.

Sewaktu memakan makanan itu, ibu duduk di samping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang bekas sisa makanan kami. Melihat itu tentu saja aku tak tega dan menyodorkan ikan bagianku kepadanya. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya. “Makanlah nak, ibu tidak begitu suka dengan daging ikan,” tuturnya. Dan aku kembali menyadari bahwa ibu telah kembali berbohong.

Saat aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, demi membiayai uang sekolah itu, ibu rela mengerjakan sulaman barang-barang kerajinan yang didapatnya dari tetangga sebelah rumah. Sedikit demi sedikit ia selesaikan pekerjaannya itu. Saat itu aku trenyuh menyaksikan kegigihan ibu, karena hingga jam menunjukan pukul satu malam ibu belum juga berhenti. Saat aku memintanya untuk istirahat dan tidur, ia malah menyuruhku untuk tidur terlebih dahulu, sementara ia beralasan belum mengantuk.

Hari-hari terus berjalan, hingga pada waktu yang telah digariskan, ayah meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Setelah kepergian ayah, ibu yang malang harus merangkap menjadi ayah, membiayai keperluan hidup kami sendiri dan tiada hari tanpa penderitaan. Hingga banyak keluarga ibu yang mensehati ibu untuk kembali menikah, tetapi ibu menolaknya dengan mengatakan bahwa ia tak butuh cinta, dan aku tahu saat itu ibu berbohong.

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang mulai renta sudah waktunya beristirahat. Tetapi ibu tidak mau, ia rela pergi ke pasar setiap pagi menjual sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. “Gunakan saja uang itu untuk keperluan kalian, saat ini ibu tak membutuhkan uang kalian.” Entah sudah berapa kali ibu berbohong.

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena sebuah penyakit, kini ia harus dirawat di rumah sakit. Aku yang berada jauh di seberang lautan harus segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan di bagian perutnya.

Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang terpancar di wajahnya terkesan agak kaku, karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menggerogoti tubuh ibuku, sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku pedih, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata, “Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan.” Dan itu kebohongan ibu yang kesekian kalinya.

Setelah mengucapkan kebohongannya- kebohongannya, ibuku tercinta menutup mata untuk yang terakhir kalinya. Demikianlah, ibu yang telah melahirkan kita, merawat kita sejak dilahirkan, akan selalu terpaksa untuk berbohong demi membahagiakan kita. Dan sudahkan kita mengingat mereka, mengingat para ibu kita yang kebetulan saat ini masih hidup dan butuh pertolongan kita. Sudah berapa lamakah kita tak mengunjungi mereka, tak berbincang-bincang dengan mereka cuma karena aktivitas kita yang padat.

Kita harus akui bahwa kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita?

Risau, apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau, apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan lagi. Saat kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “menyesal” di kemudian hari. (rn)

Saturday, August 2, 2008

Doa Mustajab

"Ya Allah, jangan kembalikan aku ke keluargakau, dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."

Doa itu keluar dari mulut `Amru bin Jumuh, ketika ia bersiap-siap mengenakan baju perang dan bermaksud berangkat bersama kaum Muslimin ke medan Uhud. Ini adalah kali pertama bagi `Amru terjun ke medan perang, karena dia kakinya pincang. Didalam Al-Quran disebutkan: "Tiada dosa atas orang-orang buta, atas orang-orang pincang dan atas orang sakit untuk tidak ikut berperang." (QC. Al-Fath:17)

Karena kepincangannya itu maka `Amru tidak wajib ikut berperang, di samping keempat anaknya telah pergi ke medan perang. Tidak seorangpun menduga `Amru dengan keadaannya yang seperti itu akan memanggul senjata dan bergabung dengan kaum Muslimin lainnya untuk berperang.

Sebenarnya, kaumnya telah mencegah dia dengan mengatakan: "Sadarilah hai `Amru, bahwa engkau pincang. Tak usahlah ikut berperang bersama Nabi saw."

Namun `Amru menjawab: "Mereka semua pergi ke surga, apakah aku harus duduk-duduk bersama kalian?"

Meski `Amru berkeras, kaumnya tetap mencegahnya pergi ke medan perang. Karena itu `Amru kemudian menghadap Rasulullah Saw dan berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah. Kaumku mencegahku pergi berperang bersama Tuan. Demi Allah, aku ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini."

"Engkau dimaafkan. Berperang tidak wajib atas dirimu." Kata Nabi mengingatkan.

"Aku tahu itu, wahai Rasulullah. Tetapi aku ingin berangkat ke sana." Kata `Amru tetap berkeras.

Melihat semangat yang begitu kuat, Rasulullah kemudian bersabda kepada kaum `Amru: "Biarlah dia pergi. Semoga Allah menganugerahkan kesyahidan kepadanya."

Dengan terpincang-pincang `Amru akhirnya ikut juga berperang di barisan depan bersama seorang anaknya. Mereka berperang dengan gagah berani, seakan-akan berteriak: "Aku mendambakan surga, aku mendambakan mati: sampai akhirnya ajal menemui mereka.

Setelah perang usai, kaum wanita yang ikut ke medan perang semuanya pulang. Di antara mereka adalah "Aisyah. Di tengah perjalanan pulang itu `Aisyah melihat Hindun, istri `Amru bin Jumuh sedang menuntun unta ke arah Madianh. `Aisyah bertanya: "Bagaiman beritanya?"

"Baik-baik , Rasulullah selamat Musibah yang ada ringan-ringan saja. Sedang orang-orang kafir pulang dengan kemarahan, "jawab Hindun.

"Mayat siapakah di atas unta itu?"
"Saudaraku, anakku dan suamiku."
"Akan dibawa ke mana?"
"Akan dikubur di Madinah."

Setelah itu Hindun melanjutkan perjalanan sambil menuntun untanya ke arah Madinah. Namun untanya berjalan terseot-seot lalu merebah.

"Barangkali terlalu berat," kata `Aisyah.
"Tidak. Unta ini kuat sekali. Mungkin ada sebab lain." Jawab Hindun.

Ia kemudian memukul unta tersebut sampai berdiri dan berjalan kembali, namun binatang itu berjalan dengan cepat ke arah Uhud dan lagi-lagi merebah ketika di belokkan ke arah Madinah. Menyaksikan pemandangan aneh itu, Hindun kemudian menghadap kepada Rasulullah dan menyampaikan peristiwa yang dialaminya: "Hai Rasulullah. Jasad saudaraku, anakku dan suamiku akan kubawa dengan unta ini untuk dikuburkan di Madinah. Tapi binatang ini tak mau berjalan bahkan berbalik ke Uhud dengan cepat."

Rasulullah berkata kepada Hindun: "Sungguh unta ini sangat kuat. Apakah suamimu tidak berkata apa-apa ketika hendak ke Uhud?"

"Benar ya Rasulullah. Ketika hendak berangkat dia menghadap ke kiblat dan berdoa: "Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke keluargaku dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."

"Karena itulah unta ini tidak mau berangkat ke Medinah. Allah SWT tidak mau mengembalikan jasad ini ke Madinah" kata beliau lagi.

"Sesungguhnya diantara kamu sekalian ada orang-orang jika berdoa kepada Allah benar-benar dikabulkan. Diantara mereka itu adalah suamimu, `Amru bin Jumuh," sambung Nabi.

Setelah itu Rasulullah memerintahkan agar ketiga jasad itu dikuburkan di Uhud. Selanjutnya beliau berkata kepada Hindun: "Mereka akan bertemu di surga. `Amru bin Jumuh, suamimu; Khulad, anakmu; dan Abdullah, saudaramu."

"Ya Rasulullah. Doakan aku agar Allah mengumpulkan aku bersama mereka,: kata Hindun memohon kepada Nabi.

KEUTAMAAN AL-FATIHAH

Nama-nama lain Al-Fatihah : Fatihatul-Kitab, Ummul Kitab, Ummul-Qur'an, as-Sab'ul-Matsani, al-Qur'anul-`Azhim,asy-Syifa, dan Assaul-Qur'an.

Imam Ahmad bin Hambal r.a. meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata, "Rasulullah saw. Menemui Ubai bin Ka'ab, namun dia sedang shalat. Rasul berkata, `Hai Ubai.' Maka Ubai melirik, namun tidak menyahut. Nabi berkata, `Hai Ubai!' Lalu Ubai mempercepat shalatnya, kemudian beranjak menemui Rasulullah saw. Sambil berkata, `Asalamu'alaika, ya Rasulullah.' Rasul menjawab, `Wa'alaikassalam. Hai Ubai, mengapa kamu tidak menjawab ketika kupanggil?' Ubai menjawab, `Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sedang shalat.'

Nabi bersabda, `Apakah kamu tidak menemukan dalam ayat yang diwahyukan Allah Ta'ala kepadaku yang menyatakan, `Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu.' (al-Anfal:24)

Ubai menjawab, `Ya Rasulullah, saya menemukan dan saya tidak akan mengulangi hal itu.' Rasul bersabda, `Sukakah kamu bila kuajari sebuah surat yang tidak diturunkan surat lain yang serupa dengannya di dalam Taurat, Injil, Zabur dan al-Furqan?' Ubai menjawab, `Saya suka, wahai Rasulullah.'

Rasulullah saw. Bersabda, `Sesungguhnya aku tidak mau keluar dari pintu ini sebelum aku mengajarkannya.' Ubai berkata, `Kemudian Rasulullah memegang tanganku sambil bercerita kepadaku. Saya memperlambat jalan karena khawatir beliau akan sampai di pintu sebelum menuntaskan pembicaraannya. Ketika kami sudah mendekati pintu, aku berkata, `Ya Rasulullah, surat apakah yang janjikan itu?' Beliau bertanya, `Apa yang kamu baca dalam shalat?' Ubai berkata, `Maka aku membacakan Ummul-Qur'an kepada beliau.'

Beliau bersabda, `Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, Allah tidak menurunkan surat yang setara dengan itu baik dalam Taurat,Injil,Zabur,maupun al-Furqan. Ia merupakan tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang.'

"Muslim meriwayatkan dalam sahihnya dan Nasa'I meriwayatkan dalam sunannya dengan sanad dari Ibnu, dia berkata, "Suatu ketika Rasulullah saw. (sedang duduk) dan di sisinya ada Jibril. Tiba-tiba jibril mendengar suara dari atas. Maka dia mengarahkan pandangannya ke langit, lalu berkata, `Inilah pintu langit dibukakan, padahal sebelumnya tidak pernah.' Ibnu Abbas berkata, "Gembirakanlah (umatmu) dengan dua cahaya. Sungguh keduanya diberikan lepadamu dan tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelummu, yaitu Fatihatul-Kitab dan beberapa ayat terakhir surat al-Baqarah. Tidakkah Anda membaca satu hurufpun darinya melainkan Anda akan diberi (pahalanya).'"